>
Setiap harinya Kiki selalu berkeliling untuk berjualan sejauh satu km..
Di dalam lalu lalang mobil mewah di lokasi Pondok Indah, Jakarta Selatan, terlihat jelas sosok bocah tertidur pulas dengan tangan terlipat dan kepala tertelungkup di tepi trotoar. Bocah kecil itu bernama Kiki. Penampilannya tampak kontras dengan image mewah Pondok Indah. Tidak ada pakaian perlente yang dipakainya, tidak juga ada mobil mewah yang ditumpanginya.
Kiki hanya anak yatim-piatu yang datang dari Padalarang, Jawa Barat. Ayahnya meninggal lebih dulu, sedang sang ibu mengidap tumor payudara dan menyusul menghadap Sang Khalik.
Sebatang kara, akhirnya dia memutuskan pindah ke Jakarta bersama empat pria dewasa yang diakuinya sebagai kerabat keluarga. Berikut yang akhirnya memutus rantai pendidikan Kiki. Ia tidak lagi bersekolah. Terakhir, Kiki duduk di bangku Sekolah Dasar kelas V di MI Al Ihsan, Padalarang Bandung.
Lalu bagaimana cara ia bertahan di Ibu Kota? Berkeliling jual cobek yang terbuat dari batu yang beratnya hampir 30 kg --nyaris 1/2 bobot tubuh mungilnya.
Sejak pagi sekitar jam 08. 00, Kiki dan satu orang saudaranya telah siap untuk mencari peruntungan. Dengan diawali mengendarai bajaj menuju lokasi Pondok Indah dan Permata Hijau. Kiki di-drop di Pondok Indah, lalu ia akan berjalan sejauh satu km. memutar kembali sampai ke titik pertama ia turun dari bajaj.
Sementara si kakak, menuju titik dagangan lain di kawasan Permata Hijau. “Biasanya mikul cobek tidak terlalu jauh, bila telah lelah balik lagi kesini (trotoar tempat Kiki biasa tidur), ” ucap Kiki saat berbincang dengan awak Dream, Rabu.
Dia terlihat kelelahan. Rasa sakit akibat memikul cobek tidak dapat ditutupi walau bocah berbadan kurus itu selalu menyebar banyak senyum. Walau sebenarnya pendapatannya /harinya tidak seberapa. Pikirkan saja, harga satu buah cobek di jualnya dari mulai Rp35 ribu sampai Rp75 ribu.
Walau demikian, bocah berkepribadian pemalu itu mengakui selama berjualan cobek banyak yang memberinya makanan atau uang. Awak Dream melihat langsung peristiwa ini. Waktu berbincang dengannya paling tidak ada dua ingindara motor yang memberinya makanan. " Terima kasih, Om, " tutur Kiki.
Kiki tidak sendiri. Ada banyak anak bernasib sama dengannya di Ibu Kota Jakarta. Bila tidak ada bantuan, jadi dapat di pastikan cita-cita Kiki sebagai tentara akan kandas di batu cobek. (Indra Komara). Dream