>
Ini adalah kisah nyata tentang preman taubat setelah puluhan tahun berkubang dalam lembah hitam kehidupan. Di sebuah malam dalam lelap tidurnya, sebuah mimpi datang untuk menyadarkannya. Mimpi naik sepeda menuju ke kota Nabi, Madinah.
Mas'ud Dompas, nama mantan preman yang kini berusia 51 tahun itu. Seorang warga Desa Candali, Bogor. Sejak kecil ia memang terkenal nakal, bahkan jadi jagoan di kampungnya. Mungkin semua bentuk kenakalan remaja sudah pernah dilakukannya. Di sekolah ia juga terkenal malas dan sering bolos. Makanya ia hanya mampu sekolah sampai kelas 3 SD saja.
Menginjak remaja, Dompas menggembalakan kambing milik tetangganya. Namun hal itu tak berlangsung lama. Ia kemudian merantau ke ibukota dan menjadi buruh kasar di pabrik kertas. Tak betah jadi buruh, ia kemudian pindah kerja sebagai pelayan bar dai sebuah hotel ternama di Jakarta. Dari titik inilah Dompas mulai kenal dengan gemerlapnya dunia malam dan kriminal. Perjudian dan obat-obatan terlarang seakan menjadi kawan akrab baginya.
Selang beberapa tahun kemudian ia pindah kerja ke sebuah pabrik di wilayah Grogol dan kembali jadi kuli. Namun bekerja jadi kuli hanya untuk menutupi kedoknya saja, Di waktu sela, Dompas lebih sering mencuri dan merampok.
“Narkoba dan judi kembali jadi teman akrab saya waktu itu. Sudah jadi makanan sehari-hari,” ungkap Dompas.
Dan perilaku keji ini berhasil ia sembunyikan dari keluarga dan tetangganya yang ada di kampung selama 15 tahun.
Ketika Mimpi itu Datang...
Seiring usia yang terus berkurang, Dompas mengambil sebuah langkah besar. Ia menikah dengan gadis yang dicintainya. Enam anak lahir dari hasil buah cinta mereka.
Hati Dompas perlahan-lahan mulai menjerit. Ketika melihat anak pertama beranjak remaja. Dia khawatir kehidupan kelam masa mudanya akan diikuti oleh mereka. Keputusan besar diambil. Dia berhenti dari dunia hitamnya.
“Pernah di suatu malam saya bermimpi naik sepeda dari rumah sampai ke kota Nabi, Madinah. Saya lihat sebuah rumah ibadah berwarna biru. Sangat indah sekali. Hati saya bergetar jika mengingat mimpi yang dahsyat itu,” kata Dompas ketika menceritakan pengalamannya seperti dikutip dari keterangan tertulis Al Azhar Peduli Umat (APU).
Setelah kejadian mimpi tersebut, Dompas benar-benar ingin bertaubat. Hanya jalan lurus yang ingin ditempuhnya. Meski harus bekerja sebagai buruh gali pasir, tukang pecah batu kali, dan kuli angkut singkong, hatinya sudah mantap. Dia hanya ingin rezeki halal untuk menghidupi anak istrinya.
Ketika anak ketiga Dompas berumur 7 tahun, Ada keinginan dalam hatinya untuk mengajar baca Al Qur'an kepada orang lain. Namun Dompas sadar. Dirinya saja tidak pandai baca Al Qur'an. Bagaimana mengajarkannya?
Dompas akhirnya terus belajar mengaji sendiri sambil mengingat-ingat apa yang dulu telah diajarkan orang tua dan kyainya.
Setelah bekal untuk mengajar dirasa cukup, murid pertama didikan Dompas adalah anak laki-lakinya sendiri yang bernama Ado. Tak lama kemudian teman-teman Ado ikut bergabung untuk mengaji hingga mencapai 10 anak. Mereka belajar mengaji pada ustad Dompas di balai bambu depan rumah Dompas setiap bada maghrib.
Dari mengajar inilah Dompas mulai berpikir. Rumahnya tak lagi sanggup menampung banyaknya murid yang ingin belajar mengaji. Akhirnya dia bangun Mushola sederhana dari bambu berukuran 2 x 3 meter. Sampai akhirnya muridnya berjumlah hingga 20 anak. Mushola kembali diperluas hingga 2 x 4 meter.
Mushola yang Dibangun Dompas (LAZ Alazhar Peduli Umat)
Hijrah Dompas ke jalan lurus ternyata tak semudah yang dibayangkan. Aktif mengajar membaca Al Qur'an, Ustad Dompas masih belum bisa sepenuhnyameninggalkan kebiasaannya berjudi.
Bahkan mushola yang ia bangun terkadang ia jadikan tempat untuk berjudi dengan teman-teman lamanya. Hati Dompas ingin meninggalkan perbuatan haram tersebut, namun dia sungkan untuk menolak ajakan teman lamanya.
Hingga 5 tahun kemudian, Dompas dipertemukan dengan LAZ Al Azhar Peduli Ummat. Waktu itu tim dari LAZ Al Azhar berencana membangun mushola milik Dompas yang kondisinya sangat memprihatinkan karena dulu hanya terbuat dari bilik bambu dan sama sekali belum pernah direnovasi.
Mushola baru itu akhurnya berdiri dalam waktu singkat, hanya kurang dari dua bulan. Kesan bahagia dan gembira tergurat diwajah Dompas dan warga sekitar karena tak menyangka mereka akan memiliki mushola yang sudah diinginkan sejak lama.
Dompas saat mengajar mengaji
Kesenangannya bertambah ketika mushola yang diberi nama Nur Hikmat saat ini penuh dengan kegiatan majelis taklim, baik dari ibu-ibu, bapak-bapak dan remaja. Saat ini murid yang belajar ngaji bersama Dompas mencapai 45 anak. Bahkan saat ini sudah berdiri PAUD di Mushalla tersebut.
Kini Dompas sudah seratus persen meninggalkan dunia hitamnya. Ia telah menjadi agen perubahan masyarakat yang dahulu kaku dan kurang memperhatikan pendidikan. Dengan adanya program Indonesia Gemilang milik LAZ Al Azhar melalui konsep Saung Ilmu, anak-anak dan remaja di desanya saat ini telah memiliki semangat belajar, dan mushola menjadi sentral kegiatan pendidikan dan keagamaan bagi anak anak, remaja dan ibu-ibu.