>
Di tengah orang berlomba-lomba mengumpulkan harta menggantikan biaya kuliah yang mahal, beberapa dokter sering memasang tarif dalam memberi pelayanan. Tidak heran biaya penyembuhan termasuk mahal untuk beberapa orang-orang.
Tetapi, untuk Ferihana (35) sejak menyandang gelar dokter, tidak sekalipun ia memasang tarif untuk pasiennya alias gratis. Juga, ia sekalipun tidak pernah “untung”.
Dokter lulusan Kampus Islam Indonesia itu membuka prakteknya di Sumberan 297, Desa Ngestiharjo Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul, Yogyakarta, mulai sejak th. 2012. Ferihana yang akrab disapa Hana sedari awal buka praktek dokter biasanya memang tidak dikenai tarif.
“Pengobatan ditempat saya gratis termasuk obatnya, namun juga terkadang ada pasien yang memberi infak secara suka-rela, ” tutur Hana.
Tidak hanya gratis, kliniknya juga buka untuk melayani 24 jam untuk semua masyarakat.
“Jadi terbiasa bila ada pasien datang tengah malam, bahkan pernah juga menjelang Subuh ada pasien yang ingin kontrol, ” katanya.
Rencana pelayanan suka-rela itu tercetus bahkan sebelum Hana jadi dokter.
Hana sedari kuliah begitu aktif dalam kegiatan sosial seumpama memberi pengobatan gratis untuk masyarakat yang kurang mampu di berbagai daerah pelosok. Ia juga melayani konsultasi kesehatan melalui SMS.
“Jadi memang sudah terbiasa seperti ini (suka-rela). Semua ini terinpirasi dari kakek saya, beliau yang selalu memberi contoh tentang membantu orang lain. Tempat praktek ini juga diberikan oleh kakek saya, ” ungkap Hana.
Rumah Tua
Tempat praktek Hana dulunya yaitu satu rumah tua. “Awal-awal masyarakat ragu, apakah benar ini tempak praktek dokter karena keadaan rumah. Banyak yang bilang, tidak mungkin rumah dokter kok tidak baik, ” ucapnya. Lambat laun, ia merenovasi rumahnya supaya masyarakat lebih yakin.
“Keraguan masyarakat awal-awal ada, bahkan saya pernah ditanyakan ijazah. Pernah dituduh bukan dokter dan macam-macam. Tetapi lambat laun, karena mereka perlu dokter juga, akhirnya saat ini semua telah tidak ragu lagi, ” papar Hana.
Sekarang ini Hana begitu diperlukan di lingkungan masyarakat sekitar terutama bila ada keadaan darurat.
“Yang menyenangkan dari pekerjaan ini yaitu bagaimana saya dan pasian selalu senang apabila bertemu, saya suka mengobati, pasien suka diobati saya. Akhirnya hubungan yang terjalin bukan lagi dokter dengan pasien, namun lebih seperti hubungan dalam keluarga, ” jelas Hana.
Kekurangan Uang
Rencana pelayanan suka-rela harus diakui Hana dan suaminya, tidak dapat memberi banyak penghasilan.
“Sekitar th. 2012-2013 saya pernah mengalami keadaan betul-betul tidak mempunyai uang, habis. Sejak waktu itu saya berdoa pada Tuhan supaya diberikan penghasilan sampingan untuk mendukung pengobatan gratis ini, ” ungkap Hana.
Walaupun menerima infak, toh tetap tidak dapat menutup biaya operasional seperti obat-obatan dan alat-alat medis yang lain.
Dengan pengalaman di klinik kecantikan, Hana juga mencoba buka praktek kecantikan disamping tempat praktek pengobatan gratisnya.
“Syukurnya, penghasilan dari klinik kecantikan dapat meng-cover biaya operasional, tetapi saya tetap fokus di pengobatan gratis karenanya pekerjaan utama saya dan masyarakat lebih membutuhkan, ” jelas Hana.
Cari Relawan
Mengelola dua klinik sekaligus, Hana bekerja seorang diri sebagai dokter. Di tanya masalah mencari dokter pembantu kliniknya, Hana menjawab telah sering mendapat tawaran itu. Tetapi pada akhirnya dokter-dokter relawan tidak bertahan lama.
“Mereka terkadang hanya bertahan beberapa hari saja. Saya maklum karena kan semua orang perlu penghasilan, bila bergabung dengan saya berarti harus siap tidak mendapatkan uang dan siap capek, ” ungkap Hana.
Diakuinya, juga banyak yang ingin membantunya walau kemudian berhenti di lisan saja. Kedepannya, ia berharap akan ada banyak dokter yang dapat membantu sesama dengan sepenuh hati.
“Awal-awal saya minta izin juga ke bapak saya untuk membukaa praktek suka-rela ini, karena kan beliau yang membiayai kuliah saya. Untungnya, beliau begitu mendukung bahkan pada awal memulia membantu memnuhi keperluan peralatan, ” papar Hana.
Sejauh ini, dokter Hana tidak pernah menyerah dan merasa capek dengan idealisme pekerjaan yang ia anut. Sekalipun harus memenuhi panggilan pekerjaan di dalam malam. sharia/syahid/voa-islam. com