12 Jam Mikul Dagangan, Kakek ini Bersyukur Dapat Untung 20rb Per Hari

>

Pagi itu hari masih gelap. Ajok telah mulai beraktivitas dengan mempersiapkan barang dagangannya. Dengan teliti, Ajok menata barang dagangan di gerobak pikulnya. Mulai minyak goreng, minyak tanah, saos, kompor, dan olahan bakso. 

Ajok yaitu seorang penjual bakso goreng. Anak-anak kecil mengenal makanan ringan ini dengan sebutan basreng. Setiap hari, Ajok membawa ratusan butir bakso goreng. Ia bersukur karena dagangannya selalu habis terjual. 

Untuk menjual camilan itu untuk Ajok perlu kerja keras. Ia tidak menjual makanan itu dengan berdiam diri di kontrakannya yang terdapat di Rawa Semut, Bekasi Timur, Jawa Barat. Setiap harinya Ajok memilih berkeliling dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Tempat yang disasar Ajok yaitu sekolah SD di Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur. 

Menurut Ajok, pembelinya kebanyakan anak-anak sekolah. " Ada yang beli Rp 500, ada yang beli Rp 1. 000. Satu baksonya harganya Rp 100, " kata Ajok, Senin (18/2) lalu. 

Biasanya, bila sekolah pagi usai Ajok pindah tempat dan berkeliling lagi. Umur Ajok yang sudah 70 th. ini tidak lalu membuatnya malas. Ia masih semangat mengangkat gerobak pikul yang beratnya melebihi 20 kg itu berkeliling mencari pembeli. 

Tidak hanya badannya, mata Ajok juga telah mulai rabun. Terkadang kakinya lemas dengan gemetar setelah berjam-jam mengangkat gerobak pikulnya. Napasnya juga terengah-engah. " Yang penting jualan saya laku, " tuturnya. 

Bagi Ajok, bila hanya berdiam diri menunggu pembeli, dagangannya tidak laku. Terkadang panas dan hujan ia lalui asal dapat sampai ke sekolah. Ia berjualan sampai sore dan petang. Dalam sehari, Ajok hampir berjualan keliling selama 12 jam. 

Wajah Ajok selalu semringah saat melihat dagangannya habis terjual. Dengan hati-hati setiap sorenya ia menghitung pendapatannya. " Bisa dapat Rp 100 ribu, " tuturnya. 

Uang Rp 100 ribu bukan laba bersih untuk Ajok. Duit itu harus dibagi dengan Qodir, teman satu kontrakannya. Qodir yaitu pembuat bakso goreng. Ia yang menyediakan bakso beserta gerobaknya. Sementara Ajok hanya menyediakan bahan penunjang seperti minyak sayur, minyak tanah, saos dan menjualkannya. 

 " Uangnya dibagi, biasanya dapatnya Rp 50 ribu satu orang. Saya bisa Rp 50 ribu belum buat belanja kebutuhan lain seperti minyak, saos serta membeli makanan siang dan malam. Paling untung bersih hanya Rp 20 ribu /hari, " tuturnya. 

Tiap bln. kirim istri di Subang Rp 100 ribu 

Uang Rp 20 ribu setiap harinya ditabung oleh Ajok. Tetapi terkadang uang simpanan itu terpakai untuk keperluan sehari-hari buat makan serta beli kopi. Walau demikian, Ajok selalu berupaya menabung. 

Beruntung, setiap makan siang dan malam ada warung langganan Ajok. Penjual makanan itu mengerti Ajok adalah orang tidak mampu. Karenanya sering kali di beri diskon. Cukup Rp 4. 000, Ajok telah memperoleh telur, tempe, sayur dan nasi satu piring. Semuanya Ajok lahap sampai habis. 

Pergi merantau, Ajok harus berpisah dengan istri tercintanya, Siti Fatimah. Istrinya tinggal seorang diri di Subang, Jawa Barat. Sebulan sekali, Ajok memilih pulang kampung naik bus. Uang hasil jualannya dikasih istrinya. " Saya hanya dapat ngasih setiap bulannya Rp 100 ribu. Itu untuk kebutuhan istri saya sebulan, " katanya. 

Untuk Ajok, uang Rp 100 ribu begitu besar. Uang itu ia kumpulkan dari hasil menabung dan cucuran keringat hasil jualan keliling. " Kalau buat makan istri saya cukup, " tuturnya. 

Kakek dua cucu ini memilih merantau karena di kampung halamannya tidak miliki pekerjaan. Dari pada mengemis, Ajok memilih berjualan. Ajok juga tidak ingin berharap belas kasihan dari anak dan tetangga. Ia memilih merantau dari pada harus meminta-minta di dalam jalan. Baginya itu haram hukumnya. 

Di perantauan, Ajok juga selalu pandai menjaga kesehatan. Tidak ada resep khusus. Bila kaki pegal dan tidak enak badan, Ajok mengakui cukup minum kopi lalu mengurut kakinya sendiri dengan minyak. " Segera seger lagi dan besok dapat berjualan, " tuturnya. 

Ajok juga tidak mempunyai kartu jaminan kesehatan. Bila sakit, ia tidak ingin berobat ke rumah sakit karena tidak punya duit. Paling Ajok pergi warung beli kopi dan obat seperlunya. " Saya bersukur di beri kesehatan. Paling hanya pegal-pegal saja sakitnya, " katanya. redaksiana

Subscribe to receive free email updates: