>
Muhammad Wiskha Al Hafiidh Suskalanggeng. Dialah anak pemulung yang lolos seleksi masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kesmepatan untuk mewujudkan impian menjadi dokter pun semakin besar.
Semula, remaja yang karap disapa Wiskha pemilik nama asli ini sempat ragu untuk mewujudkan cita-citanya ini. Sebab, nilai masuk program studi Pendidikan Dokter UGM sangatlah tinggi.
“Awalnya ia pernah sangsi, namun saya selalu meyakinkannya kalau ia dapat masuk pendidikan dokter, ” kata Ibunda Wiskha, Dwi Asih Prihati, diambil Dream dari ugm. ac. id, Sabtu 16 Juli 2016.
Remaja asal Dusun Saragan, Pendowoharjo, Sleman, ini sempat gagal dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Tetapi dia tidak menyerah dan mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) hingga diterima.
“Waktu tidak di terima SNMPTN, lalu saya belajar giat lagi agar dapat lolos di tes SBMPTN. Alhamdulillah, melalui jalur SBMPTN akhirnya saya di terima di pendidikan dokter UGM, ” jelas Wiskha.
Sekarang ini, Whiska berusaha mendapatkan beasiswa Bidikmisi supaya dibebaskan dari biaya perkuliahan. Sebab, orangtuanya tergolong tidak mampu. Jangankan biaya kuliah, untuk biaya sehari-hari pun keluarga ini sangat pas-pasan.
“Saya sedang mengumpulkan berkas-berkas yang diperlukan untuk persyaratan beasiswa bidikmisi. Semoga saya di terima sehingga meringankan beban orang-tua, ” tutur Wiskha.
Pemulung Tidak Punya Rumah Bapak Wiskha, Permana Suskalanggeng, memang hanya seorang pemulung. Sus, panggilan sang bapak, bahkan tidak memiliki rumah. Keluarga ini menempati rumah punya saudara yang kini merantau ke Kalimantan.
Sus adalah tulang punggung keluarga. Sejak 8 th. silam, pekerjaannya adalah memulung rongsokan. Saban hari keliling dengan motor butut dari desa satu ke yang lain, mencari rongsokan.
Malangnya lagi, Sus tidak miliki modal untuk membeli rongsok milik warga. Justru warga seringkali memberinya rongsokan secara cumacuma dan menyuruh Sus untuk sekalian membersihkan pekarangan atau rumah pemilik rongsok.
Dari bersih-bersih tersebut terkadang Sus memperoleh uang tambahan. Dalam sebulan Sus rata-rata mengantongi uang sejumlah Rp 900 ribu untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya.
Walau berpenghasilan pas-pasan, Sus tetap mengupayakan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Beruntung anak-anaknya tergolong rajin dan berprestasi sehingga mendapat BOS dan bisa sekolah secara gratis.
Wiskha juga anak berotak encer. Sejak SD, SMP, dan SMA, dia sering jadi juara kelas. Dia bahkan lulus SMA dengan predikat nilai tertinggi se-SMA 1 Sleman dan nomor empat tingkat Propinsi DIY.
Selain itu, Wiskha juga sempat meraih Juara 2 Olimpiade Fisika Paket Hari Ilmiah se-Jawa Bali pada Oktober 2015.
Derita Penyakit Syaraf
Sebagai ibu, Dwi berharap Wiskha kelak dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat untuk orang banyak, khususnya adik Whiska yang mengidap penyakit syaraf perut yang menyebabkan harus melakukan perawatan jangka panjang.
“Semoga kelak Wiskha bisa merawat adiknya yang selama ini sakit dengan ilmu yang ia dapatkan, ” ungkap Dwi.
Senada dengan istrinya, Sus berharap Wiskha tidak hanya bermanfaat untuk keluarga dan orang banyak, tetapi juga dapat mengubah derajat keluarganya menjadi lebih baik dengan ilmu yang dia miliki.
“Bagi saya yang terpenting bisa bermanfaat untuk orang banyak, itu saja sudah cukup, ” tambah Sus. Sumber : Dream. co. id