Freddy Budiman Bongkar Kebobrokan BNN, Polri dan TNI, Semuanya Disuap Hingga 450 M

>
Menjelang eksekusi mati terpidana kasus n4rkob4Freddy Budiman. Ada yang pro dan banyak yang kontra pada eksekusi mati ini. Mereka miliki alasan masing­masing. Freddy Budiman Bongkar Kebobrokan BNN, Polri dan TNI, Semua Disuap Hingga 450 M 


Termasuk juga Harris Azhar, Koordinator Kontras. Dia menulis panjang cerita pernyataan Freddy Budiman, satu diantara bandar na4rkob4 kelas kakap. Tulisan Harris atas pernyataan Freddy Budiman membuka kenyataan­fakta kebusukan beberapa pejabat di Indonesia. Itu tulisan kesaksian Harris Azhar dari Freddy Budiman yang jadi viral di sosial media : 

“Cerita Busuk dari seorang Bandit” Kesaksian berjumpa Freddy Budiman di Lapas Nusa ambangan 
 (2014) Didalam sistem persiapan eksekusi hukuman mati yang ketiga dibawah pemerintahan Joko Widodo, saya menyakini bahwa sistem ini hanya untuk ugal­ugalan popularitas. Bukanlah karena 
usaha keadilan. Hukum yang harusnya bisa bekerja secara komprehensif menyeluruh dalam menanggulangi kejahatan nyatanya hanya mimpi. 

Masalah Penyeludupan N4rkob4 yang ditangani Freddy Budiman, begitu menarik dikaji, dari sisi kelemahan hukum, seperti yang saya berikan dibawah ini. 

Di tengah ­tengah saat kampanye Pilpres 2014 dan kesibukan saya berperan serta memberi pendidikan HAM di orang-orang di waktu kampanye pilpres itu, saya peroleh undangan dari satu organisasi gereja. Instansi ini aktif melakukan pendampingan rohani di Lapas Nusa Kambangan (NK). Melalui 
undangan gereja ini, saya jadi mempunyai kesempatan berjumpa dengan beberapa narapidana dari masalah teroris, korban masalah rekayasa yang dipidana hukuman mati. 

Diantaranya saya berjumpa dengan John Refra dengan kata lain John Kei, juga Freddy Budiman, terpidana mati masalah N4rkob4. Lalu saya sempat juga berjumpa Rodrigo Gularte, narapidana WN Brasil yang dieksekusi pada gelombang ke-2 (April 2015). 

Saya pantas berterima kasih pada Bapak Sitinjak, Kepala Lapas NK  (waktu itu), yang memberi kesempatan bisa bicara dengannya dan bertukar fikiran masalah kerja ­kerjanya. Menurut saya Pak Sitinjak begitu tegas dan disiplin dalam mengelola penjara. Berbarengan stafnya beliau melakukan sweeping dan pemantauan terhadap penjara dan narapidana. 

Pak Sitinjak hampir setiap hari memerintahkan jajarannya melakukan sweeping kepemilikan HP 
dan senjata tajam. Bahkan saya melihat sendiri hasil sweeping itu, ditemukan banyak sekali HP dan sejumlah senjata tajam. Namun malang Pak Sitinjak, di dalam kerja kerasnya membangun 
integritas penjara yang dipimpinnya, termasuk memasang dua kamera selama 24 jam memonitor Freddy budiman. 

Beliau menceritakan sendiri, beliau pernah beberapa kali diminta pejabat 
BNN yang sering berkunjung ke Nusa Kambangan, supaya mencabut dua kamera yang mengawasi Freddy Budiman itu. Saya mengangap ini aneh, sampai muncul pertanyaan, kenapa pihak BNN berkeberatan ada kamera yang mengawasi Freddy Budiman? Bukankah status Freddy Budiman sebagai penjahat kelas “kakap” justru harus diawasi secara ketat? 

Pertanyaan saya ini terjawab oleh cerita dan kesaksian Freddy Budiman sendiri. Menurut ibu pelayan rohani yang mengajak saya ke NK, Freddy Budiman memang berkeinginan bertemu dan bicara langsung dengan saya. Pada hari itu menjelang siang, di satu ruangan yang diawasi oleh Pak Sitinjak, dua pelayan gereja, dan John Kei, Freddy Budiman bercerita hampir 2 jam, tentang apa yang ia alami, dan kejahatan apa yang ia lakukan. 

Freddy Budiman mengatakan kurang lebih begini pada saya : “Pak Haris, saya bukan orang yang takut mati, saya siap dihukum mati karena kejahatan saya, saya tahu, resiko kejahata yang saya 
lakukan. Namun saya juga kecewa dengan para pejabat dan penegak hukumnya. “Saya bukan bandar, saya adalah operator penyeludupan n4rkob4 skala besar, saya memiliki bos yang tidak ada di indonesia.

 Dia  (bos saya) ada di Cina. Bila saya ingin menyeludupkan n4rkob4, saya tentunya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai dan orang­orang yang saya telpon itu emuanya nitip  (menitip harga). Menurut Pak Haris berapa harga n4rkob4 yang saya jual di Jakarta yang pasarannya 200. 000 – 300. 000 itu? ” Saya menjawab 50. 000. Fredi langsung menjawab : 

“Salah. Harganya hanya 5000 perak keluar dari pabrik di Cina. Makanya saya tidak pernah takut bila ada yang nitip harga ke saya.Ketika saya telepon si pihak tertentu, ada yang nitip Rp 10. 000 per 
butir, ada yang nitip 30. 000 per butir, dan itu saya tidak pernah bilang tidak. Selalu saya okekan. Kenapa Pak Haris? ” 

Fredy menjawab sendiri. “Karena saya bisa dapat per butir 200. 000. Jadi bila hanya membagi rejeki 10. 000­ 30. 000 ke masing ­masing pihak didalam institusi tertentu, itu tidak ada masalah. Saya hanya perlu 10 miliar, barang saya datang. Dari keuntungan penjualan, saya dapat bagi ­bagi puluhan miliar ke sejumlah pejabat di institusi tertentu. ” 

Fredy melanjutkan ceritanya. “Para polisi ini juga menunjukkan sikap main di berbagai kaki. Ketika saya bawa itu barang, saya di tangkap. Ketika saya di tangkap, barang saya disita. Namun dari 
informan saya, bahan dari sitaan itu juga di jual bebas. Saya jadi dipertanyakan oleh bos saya (yang di Cina). ‘Katanya udah deal sama polisi, namun kenapa lo ditangkap? Udah gitu bila ditangkap 
kenapa barangnya beredar? Ini yang main polisi atau lo? ’” 

Menurut Freddy, “Saya tau pak, setiap pabrik yang buat n4rkob4, punya ciri masing ­masing, mulai bentuk, warna, rasa. Jadi kalau barang saya di jual, saya tahu, dan itu ditemukan oleh jaringan saya 
di lapangan. ” Fredi melanjutkan lagi. “Dan kenapa hanya saya yang dibongkar? Kemana orang ­orang itu? Dalam hitungan saya, selama beberapa th. kerja menyeludupkan n4rkob4, saya sudah memberi uang 450 Miliar ke BNN. Saya sudah kasih 90 Milyar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. 

Bahkan saya mengguakan fasilitas mobil TNI bintang 2, dimana si jendral duduk di samping saya ketika saya menyetir mobil itu dari Medan sampai Jakarta dengan kondisi di bagian belakang penuh barang n4rkob4. Perjalanan saya aman tanpa masalah apa pun. “Saya prihatin dengan pejabat yang seperti ini. 

Ketika saya di tangkap, saya diminta untuk mengaku dan menceritakan dimana dan siapa bandarnya. Saya bilang, investor saya anak salah satu pejabat tinggi di Korea (saya kurang paham, korut apa korsel­ HA). Saya siap nunjukin dimana pabriknya. Dan saya juga berangkat dengan petugas BNN (tidak jelas satu atau dua orang). Kami pergi ke Cina, sampai ke depan pabriknya. Lalu saya bilang kepada petugas BNN, mau ngapain lagi sekarang? Dan akhirnya mereka tidak tahu, sehingga kami juga kembali. 

“Saya selalu kooperatif dengan petugas penegak hukum. Kalau ingin bongkar, ayo bongkar. Namun kooperatif­nya saya dimanfaatkan oleh mereka. Waktu saya dikatakan kabur, sebetulnya saya bukan 
kabur. Ketika di tahanan, saya didatangi polisi dan ditawari kabur, padahal saya tidak ingin kabur, karena dari dalam penjara juga saya dapat mengatur usaha saya. Namun saya tahu polisi tersebut 
butuh uang, jadi saya terima aja. 

Namun saya bilang ke dia bila saya tidak punya uang. Lalu polisi itu mencari pinjaman uang kira­kira 1 miliar dari harga yang disepakati 2 miliar. Lalu saya pun keluar. Ketika saya keluar, saya berikan janji setengahnya lagi yang saya bayar. Namun beberapa hari lalu saya di tangkap lagi. Saya 
paham kalau saya di tangkap lagi, karena dari awal saya paham dia hanya akan memeras saya. ” 

Freddy juga mengekspresikan kalau dia kasihan dan tidak terima bila orang­ orang kecil, seperti supir truk yang membawa kontainer n4rkob4 yang justru dihukum, bukan si petinggi­ petinggi yang melindungi. Lalu saya bertanya ke Freddy di mana saya bisa dapat cerita ini? Kenapa Anda tidak bongkar cerita ini? Lalu Freddy menjawab : 

“Saya sudah cerita ke lawyer saya, bila saya mau bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, agar Pak Haris bisa bercerita ke publik luas. Saya siap dihukum mati, namun saya 
prihatin dengan keadaan penegak hukum sekarang ini. Coba Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan, seperti saya sampaikan di sana. ” 

Lalu saya pun mencari pledoi Freddy Budiman, namun pledoi itu tidak ada di website Mahkamah Agung. Yang ada hanya putusan yang tercantum di website itu. Putusan itu juga tidak mencantumkan 
informasi yang disampaikan Freddy, yaitu ada keterlibatan aparat negara dalam kasusnya. 

Kami di KontraS mencoba mencari kontak pengacara Freddy, tetapi menariknya, dengan begitu kayanya informasi di internet, tidak ada satu pun informasi yang mencantumkan di mana dan siapa 
pengacara Freddy. Dan kami gagal menemui pengacara Freddy untuk mencari informasi yang disampaikan, apakah masuk ke berkas Freddy Budiman sehingga dapat kami mintakan informasi 
perkembangan kasus itu[reportaseterkini.net]

Subscribe to receive free email updates: